TUGAS MANAGEMEN
PROYEK DAN RESIKO
Diah Ayu Setiani
2D114282
3KB07
SISTEM KOMPUTER
UNIVERSITAS GUNADARMA
PROYEK
PEMBANGUNAN MRT
Menurut Ahok, Jokowi tidak menyukai laporan
perkembangan berupa teori. Jokowi ingin melihat perkembangan dengan
langsung turun ke lokasi, atau paling tidak foto terbaru perkembangan proyek
MRT.
"Presiden tuh enggak mau dijelasin teori
deh. Yang penting mana foto? Kemajuannya mana? Pertanyaan presiden sederhana
saja. Kira-kira kalau besok, tahun depan, sampai mana," ucap Ahok.
Selain itu, kata Ahok, Jokowi juga mewanti-wanti agar
pembangunan MRT dan LRT ini terus diawasi. Tak boleh terlambat, apalagi ada
kesalahan.
"Karena ini proyek pertama kita.
Bayangin Jakarta bukan hanya enggak punya transportasi massal, tapi juga enggak
punya terowongan, tunnel," ujar Ahok menceritakan obrolannya bersama Jokowi saat berada di terowongan
MRT.
Menurut Ahok, konstruksi MRT dapat selesai
akhir 2018. Namun baru bisa dioperasikan pada tahun 2019. Sehingga MRT belum
dapat digunakan saat Asian Games 2018.
"Kalau ini 2018, selesai belum bisa beroperasi.
Kan dia mesti uji coba dulu," pungkas Ahok.
KELANJUTAN
PROYEK MRT
Bunyi klakson tiba-tiba memecah keheningan
terowongan bawah tanah pada kedalaman 22 hingga 25 meter. Ternyata,
proyek Mass Rapid Transit (MRT)Jakarta
telah bisa dilintasi kereta.
Namun, lintasan yang
digunakan kereta itu merupakan rel sementara. Kereta yang melintas pun bukan
kereta MRT, melainkan kereta proyek yang digunakan kontraktor untuk membawa
material.
BACA JUGA
Warga Jakarta selama ini
hanya mengetahui perkembangan proyek MRT Jakarta dari apa yang nampak di
permukaan. Padahal, 6 dari keseluruhan stasiun MRT yang berjumlah 13, sudah
berada di bawah tanah.
Harapan besar digantungkan
warga Jakarta pada pembangunan proyek MRT ini. Sebab, MRT digadang-gadang akan
menjadi transportasi publik paling muktahir yang akan menembus kemacetan
Jakarta.
"Peron sudah 50 persen
selesai. Untuk 6 stasiun underground, kurang lebih kita sudah 72
persen untuk konstruksinya. Di luar elektrikal dan yang lain-lainnya ya seperti
sistem persinyalan dan track," ujar Direktur Operasional dan
Pemeliharaan MRT Jakarta Muhammad Nasyir di MRT CP 104 Project, Senayan,
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (8/9/2016).
Untuk fokus proyek MRT di Senayan, tim tengah
bergegas mengatasi tantangan-tantangan yang timbul untuk segera dituntaskan.
Tantangan tersebut tentunya yang menjadi salah satu faktor butuh waktu ekstra
dalam proses konstruksi.
"Secara teknis
sebenarnya tidak terlalu bermasalah. Seperti kita lihat tadi, ada drainase yang
harus kita pindahkan. Lalu ada pipa air minum yang mesti kita geser. Ada juga
kabel PLN. Kalau semua itu tidak ada, pastinya bisa lebih cepat," Nasyir
menuturkan.
Dengan diturunkannya 2
Tunnel Boring Machine (TBN) Antareja, membuat pengerjaan dilakukan secara
simultan. Terowongan bawah tanah Patung
Pemuda-Hotel Indonesia, sudah berhasil dilakukan pengeboran lebih dari 50
persen.
"Total yang dibor itu
8 kilometer, sedangkan yang sudah dibor itu 4,1 kilometer. Selatan melewati
Semanggi, dan utara di Dukuh Atas. TBM 1 sudah ngebor sejauh 1.100 meter, lalu
yang TBM 2 sudah sekitar 900 sampai 960 meter. Akhir bulan sudah finish dan
melanjutkan ke Setiabudi," lanjut Nasyir.
PERMASALAHAN
PROYEK MRT
Permasalahan dibalik Pembangunan MRT
Akhir-akhir
ini masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat DKI Jakarta dikejutkan dengan
salah satu mega proyek yang akan dibangun di DKI Jakarta oleh gubernur DKI
Jakarta terpilih yaitu Joko Widodo. Yaitu proyek MRT atau yang lebih dikenal
dengan masyarakat dengan sebutan mono rail. Rencana dibangunnya MRT tersebut
diharapkan untuk mengurangi kemacetan yang terjadi di DKI jakarta,MRT Jakarta
adalah salah satu program Pemprov DKI dalam mengatasi kemacetan yang tertuang
dalam Pola Transportasi Makro (PTM). Beberapa strategi untuk menanggulangi kemacetan
yait yang tertuang dalam PTM ini adalah : (1) Pembangunan angkutan umum massal,
(2) Peningkatan jaringan jalan dan (3) Pembatasan lalu lintas dan penggunaan
kendaraan pribadi.[1] dengan
hadirnya MRT sebagai transportasi umum yang baik, masyarakat DKI lebih banyak
yang menggunakan MRT dari pada kendaraan pribadi seperti yang terjadi sekarang,
sehingga kemacetan pun akan terataasi dengan adanya MRT ini. Melihat dampak
positif itulah yang membuat gubernur DKI ingin membangun MRT, tetapi selain
dampak positifnya didalam pembangunan MRT ini ada juga dampak negatifnya,
kususnya pada dana pembangunan yang terhitung sangat mahal. Dan disini
merupakan sebuah permasalahan karena disini terlihat adanya kesenjangan antara
keadaan yang seharusnya (das solen) dan
keadaan yang sebenarnya (das sein).
Biaya
pembangunan MRT yang sangat mahal merupakan masalah yang paling utama. Alokasi
dana sebesar Rp 17 triliun untuk pembangunan konstruksi satu koridor mass rapid
transit rute Lebak Bulus-Stasiun Dukuh Atas dianggap terlalu mahal. Nilai itu
setara dengan Rp 940 miliar per kilometer atau hampir dua kali lipat biaya yang
dibutuhkan untuk proyek yang sama di Singapura, jika dihitung dengan kurs dolar
AS terhadap rupiah saat ini.[2]Merupakan
angka yang sangat fantastis untuk mengatasi permasalahan terhadap kendaraan
umum yang mampu mengatasi kemacetan di DKI Jakarta. Ini bertentangan dengan
pasal 20 UU RI nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan
“(1) Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan
Negara yang terdiri atas: (a). asas kepastian hukum; (b.) asas tertib
penyelenggara negara; (c.) asas kepentingan umum; (d.) asas keterbukaan; (e.)
asas proporsionalitas; (f.) asas profesionalitas; (g.) asas akuntabilitas; (h.)
asas efisiensi; dan (i.) asas efektivitas.” Asas-asas tersebut merupakan
asas yang terdapat didalam UU nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan
negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, yang lebih
dikenal dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB) yang ditambah
dengan asas efisiensi dan efektivitas. Asas efisiensi dan asas efektivitas lah
yang menjadi permasalahan didalam pembangunan MRT ini. Pertama, asas efisiensi
merupakan asas yang dimana pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintah haruslah
dilakukan dengan biaya yang serendah-rendahnya tetapi menghasilkan
produktifitas yang setinggi-tingginya. Didalam pembangunan MRT ini memakai
biaya sekitar Rp. 17 Triliun untuk pembangunan koridor 1 untuk
pembangunan konstruksi satu koridor mass rapid transit rute Lebak Bulus-Stasiun
Dukuh Atas, berapa rupiahkah dana yang harus dikeluarkan oleh pemerintah DKI
Jakarta untuk membangun semua koridor MRT agar bisa menjangkau seluruh wilayah
DKI Jakarta?, diperkirakan dananya akan menyentuh Rp 100 Triliun dan selain itu
ditambah lagi dengan biaya yang dikeluarkan untuk membangun MRT sangat mahal
apabila dibandingkan dengan di Singapura.Di Jakarta, biaya konstruksinya US$ 98
juta per kilometer, sedangkan di Singapura hanya US$ 54,5 juta per kilometer.[3]Ini
jelas pemerintah DKI Jakarta tidaklah efisien didalam menggunakan uang untuk
pembangunan MRT di DKI Jakarta, dan juga bertentangan dengan asas efisiensi.
Kedua asas efektifitas adalah asas yang dimana setiap pekerjaan yang dilakukan
oleh pemerintah haruslah mencapai terget yang ingin dicapai. Dalam hal ini menjadi
sebuah pertanyaan apakah dengan adanya MRT di DKI Jakarta akan menghilangkan
atau setidaknya mengurangi kemacetan yang ada di DKI Jakarta?, dan apakah
dengan melihat dana yang begitu besar tersebut proyek MRT ini akan dapat
diselesaikan sepenuhnya oleh pemerintah ataukah hanya mengerjakannyaa
setengahnya saja?. Mungkin semua pertanyaan ini masih merupakan bayang-bayang
yang tidak jelas jawabannya. Dapat ditarik kesimpulan ini bertentangan dengan
asas efektivitas.
Melihat adanya permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah
DKI Jakarta akibat pembangunan MRT, maka disini pemerintah seharusnya bertindak
lebih berhati-hati didalam melakukan tindakannyaa. Daerah merupakan panjang
tangan dari pemerintah pusat, dan apabila kembali kepada tugas utama dari negara,
menurut Aristoteles “tugas utama negara adalah
menyelenggarakan kepentingan umum (public interest)”[4].
Semua tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam membangun MRT
merupakan salah satu pembangunan yang bertujuan untuk mencapai tugas utama dari
negara seperti yang telah dipaparkan diatas. Tetapi akan lebih baik apabila
Pemerintah DKI Jakarta memperhatikan asas efisiensi didalam penggunaan dana
untuk pembangunan MRT tersebut, dan juga lebih tepat lagi menentukan sasaran
yang akan dicapai atas pembangunan MRT ini, dan juga tentunya akan menyesuaikan
dengan asas efektivitas. Karena apabila tidak memperhatikan kedua asas ini itu
akan berpengaruh juga terhadap asas-asas lain didalam asas-asas umum
pemerintahan yang baik. karena semua asas-asas yang terdapat didalam UU nomor
32 tahun 2004 saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Contohnya apabila
asas efektivitas tidak sesuai dengan kenyataan karena pada akirnya mega proyek
MRT ini tidak selesai sehingga pemerintah tidak bisa mempertanggung jawabkannya
kepada rakyat, itu akan bertentangan dengan asas akuntabilitas. Asas
akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhit
dari kegiatan negara harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Melihat sangat besarnya resiko yang
akan dihadapi oleh Pemerintah DKI Jakarta, maka seharusnya pemerintah bertindak
lebih berhati-hati didalam menjalankan setiap tindakannya, apalagi kalau sudah
membicarakan masalah pembangunan mega proyek seperti MRT ini. Sebenarnya banyak
cara untuk mengatasi kemacetan di DKI Jakarta, apabila MRT terlalu mahal, lebih
baik melakukan pembenahan pada infrastruktur sarana transportasi yang sudah
ada, seperti pembaharuan sarana angkutan Kopaja, penambahan koridor busway, dan
pengefektivitasan sarana KRL/KRD. Dengan cara tersebut akan lebih efektif dan
efisien didalam mengatasi kemacetan yang ada di DKI Jakarta.
RESIKO
PROYEK MRT
Namun, meski masih dalam
tahap pengeboran tahap 1 dan jauh dari kata rampung, mega proyek yang
menghabiskan dana sekitar USD 1,5 miliar ini, telah memberikan penghidupan dan
ladang rezeki bagi sebagian orang, salah satunya Iman (20) asal Garut, Jawa
Barat.
Iman merupakan salah satu pekerja injeksi yang bekerja mulai pukul 08.00-17.00 WIB. Tugasnya, adalah menambal beton-beton yang mengalami keretakan (groting). Dia harus memastikan cairan perekat sudah terpasang dalam kabel-kabel penghubung untuk kemudian diinjeksi ke bagian-bagian yang mengalami keretakan.
Iman merupakan salah satu pekerja injeksi yang bekerja mulai pukul 08.00-17.00 WIB. Tugasnya, adalah menambal beton-beton yang mengalami keretakan (groting). Dia harus memastikan cairan perekat sudah terpasang dalam kabel-kabel penghubung untuk kemudian diinjeksi ke bagian-bagian yang mengalami keretakan.
"Tugas saya di sini jadi pekerja injeksi, masukin air dan cairan ke dalam. Menambal yang retak-retak mas," kata Iman saat ditemui di di Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Rabu (6/1).
Ketika merdeka.com
berbincang dengan Iman, pemuda ini mengaku sangat senang dan menikmati
pekerjaan yang digelutinya itu. Meskipun tempat kerja yang penuh dengan risiko
dan selalu bersahabat dengan alat-alat berat, serta debu-debu proyek, dia
mengaku mensyukurinya.
"Kalau bosan enggak,
cuma kemarin baru masuk tapi yang penting harus senang dulu," tandasnya.
Lebih lanjut, saat ditanya
mengenai kesulitan dan risiko kerja yang selama hampir sebulan terakhir
ditemui, Iman menyebutkan bagian paling berat dari pekerjaannya adalah ketika
harus mondar mandir memastikan bagian yang retak telah mengering dan itu
membutuhkan waktu lama.
Ditambah, saat harus mondar
mandir, dirinya tak hanya membawa diri, namun ada beberapa alat berat yang
selalu harus dibawanya kemana-mana seperti mesin kompresor dan kabel-kabel rol.
"Jam 8 sampai jam 5.
Ini nungguin kering dulu, yang lama ini. Semua yang penghubung ini ditungguin
sampai kering, harus ditandai dulu ada nomor satu dan lain-lain," tandas
Iman.
"Saya cuma mondar
mandir bosen nungguin. Kalau satu kelar, baru ke lain lagi ke nomor dua. Kalau
belum ada harus cari dulu mondar mandir," lanjutnya.
Ditambahkannya, pria yang sebelumnya bekerja di bagian label dan furniture sebuah hotel di bilangan Pondok Indah ini mengaku bagian kerja paling berisiko yang acap kali ditemuinya adalah saat dirinya harus menahan panas dari butir-butir las yang turun dari pekerja di level teratas Stasiun MRT.
"Kalau kita lagi kerja, kena las panas, capek. Kadang di pundak suka panas banget, tapi emang cari uang susah. Cuma ya hati-hati kalau saya kan baru di sini, kalau di Bunderan HI itu hati-hati las di atas suka ke bawah, suka kena," ungkapnya bercerita.
Ditambahkannya, pria yang sebelumnya bekerja di bagian label dan furniture sebuah hotel di bilangan Pondok Indah ini mengaku bagian kerja paling berisiko yang acap kali ditemuinya adalah saat dirinya harus menahan panas dari butir-butir las yang turun dari pekerja di level teratas Stasiun MRT.
"Kalau kita lagi kerja, kena las panas, capek. Kadang di pundak suka panas banget, tapi emang cari uang susah. Cuma ya hati-hati kalau saya kan baru di sini, kalau di Bunderan HI itu hati-hati las di atas suka ke bawah, suka kena," ungkapnya bercerita.
Seperti diketahui, PT MRT
Jakarta sudah mengoperasikan mesin bor bawah tanah atau Tunnel Boring Machine
(TBM) Antareja kedua, pada Rabu (11/11) lalu. Setelah Antareja 1 ditepikan,
Antareja 2 sudah siap melanjutkan tugas melubangi perut Jakarta dari Stasiun
Senayan menuju Stasiun Istora kemudian ke Stasiun Bendungan Hilir dan berakhir
di Stasiun Setiabudi.
Secara total, ada empat TBM yang direncanakan akan dioperasikan dalam pekerjaan konstruksi proyek MRT Jakarta Fase I (Lebak Bulus-Bundaran HI). Dua TBM lainnya direncanakan akan dioperasikan dari Bundaran HI-Setiabudi.
Mesin bor 'Antareja' ini akan dioperasikan oleh kontraktor paket pekerjaan CP 104 dan 105 (Senayan-Setiabudi), yaitu SOW Joint Venture yang terdiri dari Shimizu, Obayashi, Wijaya Karya, dan Jaya Konstruksi.
Mesin bor ini menggunakan teknologi Earth Pressure Balance (EPB) pertama di Indonesia yang diproduksi perusahaan Jepang, Japan Tunnel Systems Corporation (JTSC). Sementara itu, mesin bor kedua dan ketiga masih dalam proses perakitan. Kedua mesin ini akan segera beroperasi untuk melanjutkan tahapan pembangunan terowongan MRT.
Secara total, ada empat TBM yang direncanakan akan dioperasikan dalam pekerjaan konstruksi proyek MRT Jakarta Fase I (Lebak Bulus-Bundaran HI). Dua TBM lainnya direncanakan akan dioperasikan dari Bundaran HI-Setiabudi.
Mesin bor 'Antareja' ini akan dioperasikan oleh kontraktor paket pekerjaan CP 104 dan 105 (Senayan-Setiabudi), yaitu SOW Joint Venture yang terdiri dari Shimizu, Obayashi, Wijaya Karya, dan Jaya Konstruksi.
Mesin bor ini menggunakan teknologi Earth Pressure Balance (EPB) pertama di Indonesia yang diproduksi perusahaan Jepang, Japan Tunnel Systems Corporation (JTSC). Sementara itu, mesin bor kedua dan ketiga masih dalam proses perakitan. Kedua mesin ini akan segera beroperasi untuk melanjutkan tahapan pembangunan terowongan MRT.
Sumber :
Komentar :
Menurut Pendapat saya Proyek Pembuatan MRT
ini sangat Efisien dan terbaik di era saat ini. Selain mempermudah transportasi
MRT dapat meng- efisiensikan waktu, sehingga percepatan perkembangan Negara pun
semakin baik.
Namun di khawatirkan dengan resiko pembuatan
yang begitu besar. Seluruh pekerja bawah tanah yang berada di dalam perut bumi
jabodetabek. Tentu saja keselamatan menjadi hal yang utama harus di perhatikan.
Resiko yang sangat besar tersebut tentu saja banyak mengkhawatirkan berbagai
pihak, terutama pihak pemerintah.
Dan solusi untuk menjaga keselamatan
konstruksi dan proyek pembangunan, tentu harus di perkuat keamanan dan
pengurangan kelalaian sistem. Bagian pengamanan keselamatan kerja harus di
perbanyak dan analisa pembangunan harus lebih teliti.