Egg-Plant

Managemen Proyek Dan Resiko

Unknown | ,Selasa, Oktober 18, 2016 |

TUGAS MANAGEMEN
PROYEK DAN RESIKO





Diah Ayu Setiani
2D114282
3KB07


SISTEM KOMPUTER
UNIVERSITAS GUNADARMA



PROYEK PEMBANGUNAN MRT
Menurut Ahok, Jokowi tidak menyukai laporan perkembangan berupa teori. Jokowi ingin melihat perkembangan dengan langsung turun ke lokasi, atau paling tidak foto terbaru perkembangan proyek MRT.
"Presiden tuh enggak mau dijelasin teori deh. Yang penting mana foto? Kemajuannya mana? Pertanyaan presiden sederhana saja. Kira-kira kalau besok, tahun depan, sampai mana," ucap Ahok.
Selain itu, kata Ahok, Jokowi juga mewanti-wanti agar pembangunan MRT dan LRT ini terus diawasi. Tak boleh terlambat, apalagi ada kesalahan.
"Karena ini proyek pertama kita. Bayangin Jakarta bukan hanya enggak punya transportasi massal, tapi juga enggak punya terowongan, tunnel," ujar Ahok menceritakan obrolannya bersama Jokowi saat berada di terowongan MRT.
Menurut Ahok, konstruksi MRT dapat selesai akhir 2018. Namun baru bisa dioperasikan pada tahun 2019. Sehingga MRT belum dapat digunakan saat Asian Games 2018.
"Kalau ini 2018, selesai belum bisa beroperasi. Kan dia mesti uji coba dulu," pungkas Ahok.

KELANJUTAN PROYEK MRT
Bunyi klakson tiba-tiba memecah keheningan terowongan bawah tanah pada kedalaman 22 hingga 25 meter. Ternyata, proyek Mass Rapid Transit (MRT)Jakarta telah bisa dilintasi kereta.
Namun, lintasan yang digunakan kereta itu merupakan rel sementara. Kereta yang melintas pun bukan kereta MRT, melainkan kereta proyek yang digunakan kontraktor untuk membawa material.
BACA JUGA
Warga Jakarta selama ini hanya mengetahui perkembangan proyek MRT Jakarta dari apa yang nampak di permukaan. Padahal, 6 dari keseluruhan stasiun MRT yang berjumlah 13, sudah berada di bawah tanah.
Harapan besar digantungkan warga Jakarta pada pembangunan proyek MRT ini. Sebab, MRT digadang-gadang akan menjadi transportasi publik paling muktahir yang akan menembus kemacetan Jakarta.
"Peron sudah 50 persen selesai. Untuk 6 stasiun underground, kurang lebih kita sudah 72 persen untuk konstruksinya. Di luar elektrikal dan yang lain-lainnya ya seperti sistem persinyalan dan track," ujar Direktur Operasional dan Pemeliharaan MRT Jakarta Muhammad Nasyir di MRT CP 104 Project, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (8/9/2016).
Untuk fokus proyek MRT di Senayan, tim tengah bergegas mengatasi tantangan-tantangan yang timbul untuk segera dituntaskan. Tantangan tersebut tentunya yang menjadi salah satu faktor butuh waktu ekstra dalam proses konstruksi.
"Secara teknis sebenarnya tidak terlalu bermasalah. Seperti kita lihat tadi, ada drainase yang harus kita pindahkan. Lalu ada pipa air minum yang mesti kita geser. Ada juga kabel PLN. Kalau semua itu tidak ada, pastinya bisa lebih cepat," Nasyir menuturkan.
Dengan diturunkannya 2 Tunnel Boring Machine (TBN) Antareja, membuat pengerjaan dilakukan secara simultan. Terowongan bawah tanah Patung Pemuda-Hotel Indonesia, sudah berhasil dilakukan pengeboran lebih dari 50 persen.
"Total yang dibor itu 8 kilometer, sedangkan yang sudah dibor itu 4,1 kilometer. Selatan melewati Semanggi, dan utara di Dukuh Atas. TBM 1 sudah ngebor sejauh 1.100 meter, lalu yang TBM 2 sudah sekitar 900 sampai 960 meter. Akhir bulan sudah finish dan melanjutkan ke Setiabudi," lanjut Nasyir.


PERMASALAHAN PROYEK MRT

Permasalahan dibalik Pembangunan MRT
Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat DKI Jakarta dikejutkan dengan salah satu mega proyek yang akan dibangun di DKI Jakarta oleh gubernur DKI Jakarta terpilih yaitu Joko Widodo. Yaitu proyek MRT atau yang lebih dikenal dengan masyarakat dengan sebutan mono rail. Rencana dibangunnya MRT tersebut diharapkan untuk mengurangi kemacetan yang terjadi di DKI jakarta,MRT Jakarta adalah salah satu program Pemprov DKI dalam mengatasi kemacetan yang tertuang dalam Pola Transportasi Makro (PTM). Beberapa strategi untuk menanggulangi kemacetan yait yang tertuang dalam PTM ini adalah : (1) Pembangunan angkutan umum massal, (2) Peningkatan jaringan jalan dan (3) Pembatasan lalu lintas dan penggunaan kendaraan pribadi.[1] dengan hadirnya MRT sebagai transportasi umum yang baik, masyarakat DKI lebih banyak yang menggunakan MRT dari pada kendaraan pribadi seperti yang terjadi sekarang, sehingga kemacetan pun akan terataasi dengan adanya MRT ini. Melihat dampak positif itulah yang membuat gubernur DKI ingin membangun MRT, tetapi selain dampak positifnya didalam pembangunan MRT ini ada juga dampak negatifnya, kususnya pada dana pembangunan yang terhitung sangat mahal. Dan disini merupakan sebuah permasalahan karena disini terlihat adanya kesenjangan antara keadaan yang seharusnya (das solen) dan keadaan yang sebenarnya (das sein).
Biaya pembangunan MRT yang sangat mahal merupakan masalah yang paling utama. Alokasi dana sebesar Rp 17 triliun untuk pembangunan konstruksi satu koridor mass rapid transit rute Lebak Bulus-Stasiun Dukuh Atas dianggap terlalu mahal. Nilai itu setara dengan Rp 940 miliar per kilometer atau hampir dua kali lipat biaya yang dibutuhkan untuk proyek yang sama di Singapura, jika dihitung dengan kurs dolar AS terhadap rupiah saat ini.[2]Merupakan angka yang sangat fantastis untuk mengatasi permasalahan terhadap kendaraan umum yang mampu mengatasi kemacetan di DKI Jakarta. Ini bertentangan dengan pasal 20 UU RI nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan “(1) Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas: (a). asas kepastian hukum; (b.) asas tertib penyelenggara negara; (c.) asas kepentingan umum; (d.) asas keterbukaan; (e.) asas proporsionalitas; (f.) asas profesionalitas; (g.) asas akuntabilitas; (h.) asas efisiensi; dan  (i.) asas efektivitas.” Asas-asas tersebut merupakan asas yang terdapat didalam UU nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, yang lebih dikenal dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB) yang ditambah dengan asas efisiensi dan efektivitas. Asas efisiensi dan asas efektivitas lah yang menjadi permasalahan didalam pembangunan MRT ini. Pertama, asas efisiensi merupakan asas yang dimana pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintah haruslah dilakukan dengan biaya yang serendah-rendahnya tetapi menghasilkan produktifitas yang setinggi-tingginya. Didalam pembangunan MRT ini memakai biaya sekitar Rp. 17  Triliun untuk pembangunan koridor 1 untuk pembangunan konstruksi satu koridor mass rapid transit rute Lebak Bulus-Stasiun Dukuh Atas, berapa rupiahkah dana yang harus dikeluarkan oleh pemerintah DKI Jakarta untuk membangun semua koridor MRT agar bisa menjangkau seluruh wilayah DKI Jakarta?, diperkirakan dananya akan menyentuh Rp 100 Triliun dan selain itu ditambah lagi dengan biaya yang dikeluarkan untuk membangun MRT sangat mahal apabila dibandingkan dengan di Singapura.Di Jakarta, biaya konstruksinya US$ 98 juta per kilometer, sedangkan di Singapura hanya US$ 54,5 juta per kilometer.[3]Ini jelas pemerintah DKI Jakarta tidaklah efisien didalam menggunakan uang untuk pembangunan MRT di DKI Jakarta, dan juga bertentangan dengan asas efisiensi. Kedua asas efektifitas adalah asas yang dimana setiap pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintah haruslah mencapai terget yang ingin dicapai. Dalam hal ini menjadi sebuah pertanyaan apakah dengan adanya MRT di DKI Jakarta akan menghilangkan atau setidaknya mengurangi kemacetan yang ada di DKI Jakarta?, dan apakah dengan melihat dana yang begitu besar tersebut proyek MRT ini akan dapat diselesaikan sepenuhnya oleh pemerintah ataukah hanya mengerjakannyaa setengahnya saja?. Mungkin semua pertanyaan ini masih merupakan bayang-bayang yang tidak jelas jawabannya. Dapat ditarik kesimpulan ini bertentangan dengan asas efektivitas.
Melihat adanya permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah DKI Jakarta akibat pembangunan MRT, maka disini pemerintah seharusnya bertindak lebih berhati-hati didalam melakukan tindakannyaa. Daerah merupakan panjang tangan dari pemerintah pusat, dan apabila kembali kepada tugas utama dari negara, menurut Aristoteles “tugas utama negara adalah menyelenggarakan kepentingan umum (public interest)”[4]. Semua tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam membangun MRT merupakan salah satu pembangunan yang bertujuan untuk mencapai tugas utama dari negara seperti yang telah dipaparkan diatas. Tetapi akan lebih baik apabila Pemerintah DKI Jakarta memperhatikan asas efisiensi didalam penggunaan dana untuk pembangunan MRT tersebut, dan juga lebih tepat lagi menentukan sasaran yang akan dicapai atas pembangunan MRT ini, dan juga tentunya akan menyesuaikan dengan asas efektivitas. Karena apabila tidak memperhatikan kedua asas ini itu akan berpengaruh juga terhadap asas-asas lain didalam asas-asas umum pemerintahan yang baik. karena semua asas-asas yang terdapat didalam UU nomor 32 tahun 2004 saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Contohnya apabila asas efektivitas tidak sesuai dengan kenyataan karena pada akirnya mega proyek MRT ini tidak selesai sehingga pemerintah tidak bisa mempertanggung jawabkannya kepada rakyat, itu akan bertentangan dengan asas akuntabilitas. Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhit dari kegiatan negara harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Melihat sangat besarnya resiko yang akan dihadapi oleh Pemerintah DKI Jakarta, maka seharusnya pemerintah bertindak lebih berhati-hati didalam menjalankan setiap tindakannya, apalagi kalau sudah membicarakan masalah pembangunan mega proyek seperti MRT ini. Sebenarnya banyak cara untuk mengatasi kemacetan di DKI Jakarta, apabila MRT terlalu mahal, lebih baik melakukan pembenahan pada infrastruktur sarana transportasi yang sudah ada, seperti pembaharuan sarana angkutan Kopaja, penambahan koridor busway, dan pengefektivitasan sarana KRL/KRD. Dengan cara tersebut akan lebih efektif dan efisien didalam mengatasi kemacetan yang ada di DKI Jakarta.

RESIKO PROYEK MRT
Namun, meski masih dalam tahap pengeboran tahap 1 dan jauh dari kata rampung, mega proyek yang menghabiskan dana sekitar USD 1,5 miliar ini, telah memberikan penghidupan dan ladang rezeki bagi sebagian orang, salah satunya Iman (20) asal Garut, Jawa Barat.

Iman merupakan salah satu pekerja injeksi yang bekerja mulai pukul 08.00-17.00 WIB. Tugasnya, adalah menambal beton-beton yang mengalami keretakan (groting). Dia harus memastikan cairan perekat sudah terpasang dalam kabel-kabel penghubung untuk kemudian diinjeksi ke bagian-bagian yang mengalami keretakan.

"Tugas saya di sini jadi pekerja injeksi, masukin air dan cairan ke dalam. Menambal yang retak-retak mas," kata Iman saat ditemui di di Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Rabu (6/1).

Ketika merdeka.com berbincang dengan Iman, pemuda ini mengaku sangat senang dan menikmati pekerjaan yang digelutinya itu. Meskipun tempat kerja yang penuh dengan risiko dan selalu bersahabat dengan alat-alat berat, serta debu-debu proyek, dia mengaku mensyukurinya.

"Kalau bosan enggak, cuma kemarin baru masuk tapi yang penting harus senang dulu," tandasnya.
Lebih lanjut, saat ditanya mengenai kesulitan dan risiko kerja yang selama hampir sebulan terakhir ditemui, Iman menyebutkan bagian paling berat dari pekerjaannya adalah ketika harus mondar mandir memastikan bagian yang retak telah mengering dan itu membutuhkan waktu lama.
Ditambah, saat harus mondar mandir, dirinya tak hanya membawa diri, namun ada beberapa alat berat yang selalu harus dibawanya kemana-mana seperti mesin kompresor dan kabel-kabel rol.
"Jam 8 sampai jam 5. Ini nungguin kering dulu, yang lama ini. Semua yang penghubung ini ditungguin sampai kering, harus ditandai dulu ada nomor satu dan lain-lain," tandas Iman.
"Saya cuma mondar mandir bosen nungguin. Kalau satu kelar, baru ke lain lagi ke nomor dua. Kalau belum ada harus cari dulu mondar mandir," lanjutnya.

Ditambahkannya, pria yang sebelumnya bekerja di bagian label dan furniture sebuah hotel di bilangan Pondok Indah ini mengaku bagian kerja paling berisiko yang acap kali ditemuinya adalah saat dirinya harus menahan panas dari butir-butir las yang turun dari pekerja di level teratas Stasiun MRT.

"Kalau kita lagi kerja, kena las panas, capek. Kadang di pundak suka panas banget, tapi emang cari uang susah. Cuma ya hati-hati kalau saya kan baru di sini, kalau di Bunderan HI itu hati-hati las di atas suka ke bawah, suka kena," ungkapnya bercerita.

Seperti diketahui, PT MRT Jakarta sudah mengoperasikan mesin bor bawah tanah atau Tunnel Boring Machine (TBM) Antareja kedua, pada Rabu (11/11) lalu. Setelah Antareja 1 ditepikan, Antareja 2 sudah siap melanjutkan tugas melubangi perut Jakarta dari Stasiun Senayan menuju Stasiun Istora kemudian ke Stasiun Bendungan Hilir dan berakhir di Stasiun Setiabudi.

Secara total, ada empat TBM yang direncanakan akan dioperasikan dalam pekerjaan konstruksi proyek MRT Jakarta Fase I (Lebak Bulus-Bundaran HI). Dua TBM lainnya direncanakan akan dioperasikan dari Bundaran HI-Setiabudi.

Mesin bor 'Antareja' ini akan dioperasikan oleh kontraktor paket pekerjaan CP 104 dan 105 (Senayan-Setiabudi), yaitu SOW Joint Venture yang terdiri dari Shimizu, Obayashi, Wijaya Karya, dan Jaya Konstruksi.

Mesin bor ini menggunakan teknologi Earth Pressure Balance (EPB) pertama di Indonesia yang diproduksi perusahaan Jepang, Japan Tunnel Systems Corporation (JTSC). Sementara itu, mesin bor kedua dan ketiga masih dalam proses perakitan. Kedua mesin ini akan segera beroperasi untuk melanjutkan tahapan pembangunan terowongan MRT.

Sumber :

Komentar :
Menurut Pendapat saya Proyek Pembuatan MRT ini sangat Efisien dan terbaik di era saat ini. Selain mempermudah transportasi MRT dapat meng- efisiensikan waktu, sehingga percepatan perkembangan Negara pun semakin baik.
Namun di khawatirkan dengan resiko pembuatan yang begitu besar. Seluruh pekerja bawah tanah yang berada di dalam perut bumi jabodetabek. Tentu saja keselamatan menjadi hal yang utama harus di perhatikan. Resiko yang sangat besar tersebut tentu saja banyak mengkhawatirkan berbagai pihak, terutama pihak pemerintah.
Dan solusi untuk menjaga keselamatan konstruksi dan proyek pembangunan, tentu harus di perkuat keamanan dan pengurangan kelalaian sistem. Bagian pengamanan keselamatan kerja harus di perbanyak dan analisa pembangunan harus lebih teliti.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar